Tuesday, January 12, 2010

Is Man-Made Global Warming a Hoax (Bagian 2)


 “Lies, damn lies, and statistics” – Benjamin Disraeli


Hari-hari ini, isu lingkungan adalah isu yang paling hangat, seksi dan paling mendominasi dalam setiap forum pembicaraan, mulai dari forum gosip Ibu-Ibu rumah tangga hingga mailing list Bapak-Bapak pekerja kantoran, mulai dari obrolan ringan para tukang ojek hingga diskusi serius para pemimpin negara-negara sedunia. Maka dalam rangka memeriahkan hajatan Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen, saya membuat tulisan tentang global warming secara berseri.

Ketika sebagian besar penduduk dunia sudah mulai terkondisikan dengan tema besar pemanasan global, ternyata penyikapan kaum cendekiawannya masih terbelah menjadi dua kubu yang berseberangan secara diametral. Kubu pertama, tentu saja, adalah para pendukung teori yang menyatakan bahwa pemanasan global yang drastis dewasa ini dipicu oleh aktivitas manusia (anthropogenic global warming / AGW). Inilah kubu arus utama yang pendapat ilmiahnya dijadikan sebagai landasan dan acuan bagi terbitnya berbagai macam protokol mengenai perubahan iklim.


Sedangkan kubu seberang adalah kelompok ilmuwan yang mempertanyakan validitas data dan metodologi penelitian dari kelompok pertama. Mereka adalah para ilmuwan skeptis yang tidak begitu saja menerima pendapat atau teori baru yang –mereka anggap- belum melewati batu ujian yang komprehensif dan adil. Sebagai kaum ilmiah terpelajar, pendapat mereka tentu saja tidak asbun. Mereka juga memiliki banyak data yang dikompilasi dari berbagai penjuru mata angin.

Lantas, bagaimanakah jalannya pertempuran para pendekar dalam dunia ilmiah dan ilmu pengetahuan alam ini?

Michael Mann dan The Hockey Stick

Pada assessment report yang dikeluarkannya pada tahun 1990, IPCC mempublikasikan temuan saintifik yang menyatakan bahwa ternyata temperatur bumi pernah mengalami fluktuasi negatif bahkan positif melebihi apa yang terjadi pada satu abad terakhir ini. Terkait hal ini, ada dua momen yang diabadikan dengan istilah “Medieval Warm Period” (MWP) dan “Little Ice Age” (LIA) yang menandai peristiwa penaikan dan penurunan suhu rata-rata bumi. [1]





Namun pada assessment report-nya yang keluar pada tahun 2001, IPCC merevisi ‘pendapatnya’ seraya mengamini temuan terbaru yang mengeliminasi adanya MWP dan LIA sebagai sebuah fenomena global.

Adalah Dr. Michael Mann, seorang profesor di Pennsylvania State University, beserta koleganya yang telah berhasil mengubah haluan IPCC tersebut. Lewat paper-nya (MBH98), Dr. Mann menunjukkan bahwa sejak tahun 1000 M hingga masa praindustri, suhu rata-rata bumi relatif menunjukkan tren negatif atau mengalami penurunan, untuk kemudian naik tajam secara drastis pada awal abad 20. Grafik tersebut yang menggambarkan tren rata-rata suhu bumi tersebut, kemudian, lebih dikenal dengan “The Hockey Stick”, merujuk pada wujud grafik yang mirip dengan tongkat hoki.
 




Dengan berbekal kombinasi data multi-proxy dari tree ring, ice core, dokumentasi historis serta koral laut; Dr. Mann menafikan keberadaan fenomena MWP dan LIA sebagai sebuah even global. Dan kalaupun ada, mereka hanya terbatas pada belahan bumi bagian utara (Northern Hemisphere) saja. [2]

Kontroversi The Hockey Stick

Pada tahun 2003, Stephen McIntyre dan Ross McKitrick menerbitkan sebuah paper (MM03), dimuat di Jurnal “Energy and Environment”, yang mengoreksi MBH98. MM03 mengklaim telah menemukan beberapa kesalahan fundamental dalam MBH98, yang karenanya MBH98 dianggap sebagai “an artefact of poor data handling, obsolete data and incorrect calculation of principal components.”

Salah satu hal yang disoroti adalah masalah data yang digunakan. Dalam beberapa set data yang digunakan MBH98 ditemukan nilai sama hingga 7 angka desimal. Misalnya pada data tree ring dari zona Texas – Mexico (sebanyak 9 data set) memiliki nilai 0,02303040 untuk tahun 1980. Atau data yang diambil dari ITRDB (International Tree Ring Data Base, sebanyak 7 data set) memiliki nilai 0,04345260 untuk tahun 1980.

MM03 juga mempertanyakan adanya angka hasil fabrikasi (diduga didapat dari proses ekstrapolasi, interpolasi, atau hanya copy+paste dari data lain) pada beberapa data set, yang jika di-cross check dengan data sumbernya, tidak ada. Penggunaan data usang juga dipertanyakan oleh MM03, padahal sebelum penulisan MBH98, data yang terbaru –dan memiliki jangkauan waktu lebih panjang- sudah tersedia.

Berbekal data yang tersedia, baik online maupun yang disuplai oleh Dr. Mann, MM03 mengklaim telah berhasil merekonstruksi MBH98 dengan hasil yang berbeda. Dari hasil rekonstruksi ini, MM03 tidak melihat adanya anomali pada perubahan suhu rata-rata bumi pada satu abad terakhir, sebagaimana yang disimpulkan oleh MBH98. [3]

McIntyre dan McKitrick (MM) bukanlah satu-satunya yang mengkritik MBH98. John L. Daly, seorang guru di Australia, [4] juga melontarkan kritik, terutama pada kesimpulan MBH98 yang menganggap bahwa MWP dan LIA hanyalah sebuah fenomena regional. Dalam tulisannya yang berjudul “The ‘Hockey Stick’: A New Low in Climate Science”, dia menunjukkan rekonstruksi temperatur bumi yang berbasiskan atas data proxy yang dikumpulkan, tidak saja dari belahan bumi sebelah Utara, namun juga dari Selatan. [1]


Penutup

Kejujuran –seharusnyalah- menjadi atribut utama para ilmuwan karena peradaban dan nasib umat manusia berada dalam bimbingan tangannya. Kita tidak bisa membayangkan jika ilmuwan mulai dicemari oleh keinginan akan popularitas dan kontrol atas opini dunia. Skandal yang banyak mewarnai dunia ilmu pengetahuan, seperti halnya skandal tentang penemuan fosil manusia Piltdown, [5] seharusnya menyadarkan kita bahwa dunia ilmiah tidaklah netral dan sepi dari keinginan-keinginan semacam itu.

Perdebatan antara kedua kubu, pendukung AGW dan para penentangnya, masih terus berlanjut sampai hari ini dan titik temu belum juga terlihat. Dalam dunia ilmiah, perdebatan dan adu argumentasi adalah hal yang wajar sejauh dilandasi semangat mencari kebenaran dan kemaslahatan bersama umat manusia. Namun sayangnya, kelompok arus utama terindikasi menjadikan alam ilmiah ini menjadi arena politis. Skandal “Climategate” yang dibuka oleh peristiwa peretasan (cracking) terhadap sistem komputer Climatic Research Unit (CRU) yang berada di University of East Anglia mengindikasikan hal ini.

Rentetan peristiwa seputar “Climategate” ini bisa dicari di internet, namun saya akan coba bahas di serial mendatang. Berikutnya, saya akan coba kompilasikan pembahasan seputar kontroversi karbon -yang telah didudukkan di kursi tersangka- sebagai agen penyebab perubahan iklim bumi.

Stay tuned..


Catatan Kaki
[1] John L. Daly, “The ‘Hockey Stick’: A New Low in Climate Science”, http://www.john-daly.com/hockey/hockey.htm
[2] IPCC Assessment Report 2001: Working Group 1, http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/wg1/index.htm
[3] Stephen McIntyre, Ross McKitrick, “Correction to the Mann et. Al. (1998) Proxy Data Base and Northern Hemispheric Average Temperatures Series”, Jurnal Energy & Environment, Vol. 14, 2003. Tersedia di http://climateaudit.files.wordpress.com/2005/09/mcintyre.mckitrick.2003.pdf
[4] Wikipedia.Org, John Lawrence Daly, http://en.wikipedia.org/wiki/John_Lawrence_Daly
[5] Wikipedia.Org, Piltdown Man, http://en.wikipedia.org/wiki/Piltdown_Man

PS: Mohon maaf jika terbitnya seri kedua ini butuh waktu yang agak lama. Selain tertunda oleh cuti akhir tahun, banyaknya makalah yang harus saya baca untuk sedikit memahami duduk persoalannya-lah yang mengharuskan saya berhenti agak lama untuk membaca dan menelaah tulisan mengenai sesuatu yang sama sekali tidak saya pahami.


No comments: