Sunday, March 07, 2010

Catatan Harian 27 Feb 2010


Dengan agak was-was, saya memacu motor kesayangan menuju ke Stasiun Depok Lama. Jarum panjang arloji sudah terlalu lama melewati angka 12 pada putaran jam 9 pagi. Saya berlomba dengan KRL Ekonomi AC yang akan saya tunggangi menuju ke Manggarai. Dengan jadwal keberangkatan pukul 09:08, seharusnya saya sudah melambaikan sapu tangan putih, berucap sayonara pada rangkaian yang meninggalkan saya.

Alhamdulillah, saya masih tinggal di Indonesia. Keretanya masih tersedia...
Dengan gaya anggun dan profesional saya acungkan dua jari tangan saya.

Bukan. Ini bukan iklan Keluarga Berencana. Saya membeli 2 lembar tiket KRL Ekonomi AC dari petugas loket. Saya ambil nafas panjang dengan lega. Rupanya, Allah masih mengijinkan saya bepergian dengan nyaman di suasana pagi yang cerah dan agak menyengat itu. Sapaan dan jawaban ramah dari petugas peron menambah keyakinan dan rasa percaya diri saya.

“Kalau kereta yang tujuan Tanah Abang di peron 3, Pak”, jawab sang petugas dengan senyumnya yang penuh pesona.

Kami berempat –saya bersama dengan permaisuri dan dua puteri mahkota-pun beringsut menuju ke peron 3 menunggu sang KRL datang. Suara sang announcer membahana memecah langit pagi Depok.

“KRL Ekonomi AC seharusnya berangkat dari Depok Lama pukul 9 lewat 8 menit, saat ini keretanya berada di Stasiun Lenteng Agung menuju Depok”

Astaghfirullahal ‘adziim, ternyata saya memang masih tinggal di Indonesia.

Lemas lunglai saya mendengar suara jujur sang announcer ini. Padahal hari ini adalah hari pertama saya muncul utuh di komunitas KRLMania. Penampilan perdana saya haruslah maksimal dan memukau, tidak boleh telat walau dua jam sekalipun. Saya lirik arloji saya. Kedua jarumnya semakin mendekati pukul 09:30, batas akhir dari waktu tunggu yang dijanjikan oleh Pak Rofiq, salah satu Jendral KRLMania. Saya semakin pasrah dengan keadaan.

Mungkin karena cuaca yang agak menyengat membuat permaisuri saya mendekati seorang pedagang asongan untuk melihat-lihat kipas plastik. Dan di saat Beliau sedang sibuk bertransaksi, datanglah sang juru selamat kami.

Satu rangkaian KRL berjalan dengan langkah gemulai dari Selatan. Diiringi dengan suara announcer yang menginformasikan bahwa rangkaian ini adalah KRL Eko Kambing tujuan Jakarta Kota.

Saya segera memanggil permaisuri saya dan mengajak untuk bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang ada. Namun, demi melihat sosok yang bergelantungan di sekujur pintu-pintu rangkaian, sempat terbetik rasa ragu. Apakah ini sosok rangkaian yang ditakdirkan untuk kami?

Detik demi detik berlalu, satu demi satu gerbong berlenggang di depan kami. Aha! Makhluk di perpintuan rangkaian ternyata hanya pemanis belaka. Di dalam gerbong rupanya masih cukup leluasa bahkan untuk konser keliling para pemusik gerbongan, apalagi kalau cuma buat tempat berpijak kami berempat. Ya, sudahlah saya ikhlaskan Rp. 8.000,- sebagai infak kepada operator KRL hari itu. Segera kami mendarat dengan mulus di gerbong kedelapan pintu ketiga kipas angin ke-... halah! Gak penting..!!

Untunglah permaisuri saya membeli kipas angin yang dilengkapi dengan “Green Technology”. Cukup dengan sedikit sentuhan, maka hembusan angin surga akan segera terasa. Namun hari itu, sepertinya bohlam matahari baru saja diganti. Sinarnya terang sekali, plus panas. Kipas angin surgawi ini tidak mampu menahan leleran keringat dari wajah buah hati saya. Dalam hati saya bergumam, “Syukurlah Nak, tidak tiap hari kau merasakan hal yang semacam ini”.

Setelah 30 menit lamanya melibas sirkuit kereta Depok – Manggarai, sampailah kami di peron jalur 5. Dengan sedikit harap-harap cemas saya mencoba menghubungi Pak Rofiq. Kami terlambat setengah jam dari jadwal rendezvouz, dan saya tidak berharap banyak. Panggilan saya berjawab, dan... Aha! Rupanya rombongan masih tertahan di sinyal masuk depan Ruang KS Manggarai. Sosok besar Mas Tommy yang berkaos merah menyala menjadi panduan saya mengenali posisi mereka. Cukup eye-catching walaupun jika kami terpisah puluhan petak dan lampu persinyalan.

Segera saya hampiri rombongan KRLMania yang masih setia menunggu di peron jalur 1. Dengan berdebar-debar saya mendekati kumpulan wajah-wajah yang belum begitu familiar. Saya mencari-cari sosok yang sudah saya hapalkan penampakannya dari laman Facebook malam tadi: Pak Rofiq.

Meskipun ada sedikit noise yang masuk, namun software “Image Detection” versi terbaru yang terinstall di otak saya segera mengenali wajah tersebut. Dengan keramahan secukupnya, saya sapa Beliau. Jabat tangan yang erat segera berlanjut dengan perkenalan para tetua, kakek guru, paman guru serta tante guru komunitas KRLMania: Mbak Nda, Mas Tommy, Om Roses dan jagoan kecilnya Ozal, Bu Anna dan suaminya, dan the Great Pak eNCe.

Tak lama kemudian datang pula seorang jagoan teplok bulu andalan KRLMania, Pak Noerachmad, yang menurut kabar gosip infotainment, Beliau datang dari Gondangdia. Lengkap sudah pasukan berani hidup KRLMania, siap bertempur meruntuhkan kedigdayaan peleton tempur BY Manggarai.

Perjalanan panjangpun mulai ditempuh...

Dengan diiringi doa ala kadarnya dan logistik secukupnya, kami mulai melangkahkan kaki menuju medan perang. Gedung megah stadion Balai Yasa Traksi Manggarai sudah menunggu aksi para jagoan tangkis bulu KRLMania. Meskipun belum tahu lokasinya, sayapun berbaik sangka bahwa tempatnya hanyalah sepelemparan batu saja. Maka dengan pedenya, saya menampik tawaran luar biasa untuk naik mobil bersama menuju TKP. Sebuah tawaran yang kemudian sedikit saya ratapi penolakannya.

Sepeminuman teh kemudian sampailah kami di tempat tujuan. Dua arena pertandingan dengan kapasitas puluhan tempat duduk eksklusif, yang sebagian besarnya bahkan masih terbungkus plastik elegan, tampak di depan mata. Di sana juga telah tersedia para pemain profesional BY Manggarai lengkap dengan mata nanar dan seringai garangnya. Para petarung KRLManiapun tak gentar menantang. Segeralah mereka berganti seragam dan mengeluarkan perlengkapan perangnya. Pemanasan yang indah dan jurus-jurus cantikpun diperagakan. Backhand, forehand, smash dan upper-cut.

Sungguh cantik..

Sementara para suporter segera menyiapkan diri di gelaran karpet terpal yang telah tersingkap dengan indah di sisi lapangan. Suplai logistikpun digelar dengan penuh percaya diri: rambutan, risoles, pastel dan semua teman-temannya, tak ketinggalan untuk unjuk kebolehan. Tak urung mata sayapun nanar melihat mereka. Namun sedikit faktor jaim menahan saya untuk bertindak brutal dan anarkis.

Dan pertunjukanpun dimulai...

Shuttle-cock yang berhias bulu angsa mulai berterbangan, berpindah posisi dan koordinat, ke atas, ke bawah, ke kiri, ke kanan, melambung dan meluncur cepat persis lokomotif yang sedang langsir dalam kecepatan tinggi. Peluhpun bercucuran, tubuh-tubuh yang limbung mulai berjatuhan. Teriakan penuh semangat dan kekecewaan membahana silih berganti. Emosi terkuras habis di sini. Sedangkan mulut sayapun ikut berpacu, komat-kamit mengunyahi rambutan dan pastel yang telah dijarah dan diobrak-abrik oleh sulung saya. Sungguh perjuangan yang berat...

Setelah beradu kesaktian selama beberapa puluh jurus lamanya, akhirnya tim KRLMania harus rela puas ikhlas legawa mengakui kehebatan tim BY Manggarai. Rupanya perjalanan jauh yang harus ditempuh sebelum mencapai Stadion BY Manggarai dan suhu arena yang sedikit hangat turut andil dalam menguras tenaga para pendekar KRLMania. Memang sedikit tercium aroma konspirasi dan konstipasi di sana sini, tapi sebagai anggota KRLMania yang baik hati dan tidak sombong, gemar menabung dan tidak suka corat-coret tembok; saya berusaha menepis semua pikiran dan energi negatif yang sempat merajai akal sehat saya.

Arloji sudah menunjukkan pukul 12 siang dan anak-anakpun sudah mulai gelisah. Ini memang sudah melampaui jatah istirahat pagi mereka. Waktunya turun dari panggung pertunjukan. Setelah membersihkan niat dan meneguhkan hati, saya mengutarakan maksud hati saya dan mohon undur diri kepada kepala suku KRLMania. Beliau dan kepala suku BY Manggarai, Pak Haji Rusdi menahan kami sebentar untuk satu sesi foto bersama. Wah! Insting narsis saya langsung bereaksi. Apalagi ketika mendengar kalimat dahsyat berikutnya, “Ini sudah dipesankan makan siang...”

Jreng!!

Haluan secara spontan bergerak memutar 540 derajat. Sesi foto-foto ini sudah seperti oase di padang pasir bagi saya. Kesejukannya bagaikan hujan sehari yang menghapus panas kemarau setahun, bagai embun pagi yang menyapu habis malam gerah tanpa hujan, bagai cabai rawit hijau dalam timbunan tahu bulat Ciamis. Maknyus!

Segera kedua kubu yang tadinya berseteru membaur dengan hangat. Mengatur posisi dan pose terbaik di depan kamera. Setelah dihujani sedikit kilatan blitz kamera dan sepatah dua ribu patah kata perpisahan dan pemberian cinderamata, akhirnya rombongan KRLManiapun pamit seutuhnya. Dengan sedikit arahan dari sang tuan rumah, tangan sayapun sigap cekatan memasukkan satu kotak makan siang yang tersaji sempurna ke dalam tas punggung saya. Dan...

Off we go. Let’s the journey begin...

Dengan kecepatan maksimal dan pencurian start yang sempurna, kami berempat melaju lancar menuju Stasiun Manggarai. Namun ternyata, di depan kami masih ada satu rombongan yang tak kalah sigap meluncur ke tujuan yang sama. Dengan determinasi tinggi dan semangat pantang menyerah, tim Mbak Nda dan Mas Tommy inipun kami salip sempurna di tikungan depan masjid kompleks BY Manggarai.

Tidak ada seorangpun di depan kami. Bayangan trofi mewah dan kalungan bunga dan sayur-sayuran segar sebagai peserta yang finish pertama kali di Stasiun Manggarai segera membayang. Kami segera mempercepat langkah. Peron jalur 5 dan 6 sudah tampak di ufuk mata. Namun, sosok besar Mas Tommy di kejauhan membuyarkan lamunan. Lho, bukannya mereka sudah tertinggal jauh di sana? Ternyata, belakangan saya tahu bahwa mereka memanfaatkan teknologi canggih a la Indonesia: naik ojek.

Sesampainya di stasiun, kami langsung melesat ke loket memesan dua tiket ke Depok. Kata sang penjaga loket, kereta berikutnya adalah KRL Eko AC dengan ETD jam 12.30-an. Saya terpaksa menggunakan akhiran “-an” di sini mengingat pengalaman buruk saya tadi pagi. Jadi, meskipun sepuluh menit yang lalu arloji saya sudah melewati pukul 12.30, kami  masih melenggang kangkung membeli sebotol teh  rasa buah-buahan dan 3 butir jeruk sebagai teman di perjalanan. Tak diduga ketika kami hendak mendekati peron 6, satu rangkaian datang dengan gagah. Dan benarlah, inilah dia kereta kami. Tumben hanya telat 20 menit.

Perjalanan kereta yang lancar hari itu membuat kami tidak berlama-lama di perjalanan. Singkat, jelas dan tidak padat. Empat puluh lima menit kemudian kami sudah berada di rumah dan beristirahat melepas lelah.

Sungguh sebuah pengalaman yang singkat bersama komunitas baru saya, KRLMania. Meskipun tidak banyak kesempatan untuk mengobrol santai sambil lebih mengenal dekat dengan masing-masing personelnya, paling tidak kami sudah saling bertemu muka, berjabat tangan erat dan sedikit bertukar kabar. Saya berharap pertemuan awal ini adalah benih pertemanan yang tersemai yang nantinya akan tumbuh indah menjadi sebuah persaudaraan yang erat dan hangat di masa datang.

No comments: