Thursday, February 17, 2011

Pak RT

Minggu malam itu saya tiba di kompleks perumahan ketika jarum jam sedikit melewati pukul sembilan malam. Dengan badan hancur luluh setelah seharian bekerja lembur di kantor, saya menyusuri jalan aspal menuju rumah. Beberapa meter menjelang tujuan akhir, seorang tetangga menyapa saya. Dengan hangat, Beliau menjabat erat tangan saya.


“Selamat ya, Ente jadi RT”


Waduh…!!






Sejak pengembang menyelesaikan semua proyek pembangunan di kompleks kami, pengelolaan perumahan secara otomatis diserahkan kepada warga. Akan tetapi ketika pengembang memutuskan untuk menyerahterimakan pengelolaan perumahan, belum ada satupun institusi representatif yang bisa dianggap mewakili warga. Untuk menghindari keresahan massal akibat ketiadaan sekuriti dan layanan pengangkutan sampah, maka beberapa orang warga berinisiatif membentuk sebuah kepengurusan ad-hoc bernama tim formatur. Dimana sejak awal pembentukannya, tim formatur ini diniatkan hanya untuk bekerja selama masa transisi. Dan akan bubar ketika sudah terbentuk struktur kelembagaan warga yang lebih resmi dan berkekuatan hukum.


Ada beberapa hal yang langsung dikerjakan oleh tim formatur semenjak detik pembentukannya, yaitu menyediakan tenaga sekuriti, kebersihan dan pengangkutan sampah. Masih segar dalam ingatan saya betapa waktu itu kami dibuat kelabakan oleh mepetnya jadwal serah terima perumahan dengan sisa waktu yang tersedia. Terlambat sedikit saja, maka warga Pitara akan menyaksikan orang-orang keren di Mutiara Darussalam berangkat kerja sambil menenteng bungkusan sampah. Plus mata merah bagi yang semalam kena jadwal ronda Siskamling. 


Hehe…


Hal tersebut ditambah lagi dengan sikap pihak pengembang yang kurang bisa diajak bekerjasama. Meskipun tidak sampai membuat saya insomnia, namun banyaknya acara rapat formatur cukup membuat Permaisuri saya cemberut.


Hehe…


Alhamdulillah berkat kemudahan yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta`ala, satu persatu agenda tim formatur terselesaikan. Anggota sekuriti berhasil direkrut dan berpindah status dari karyawan pengembang menjadi karyawan warga. Walaupun dengan penangguhan beberapa benefit, seperti Askes dan Jamsostek, sebagaimana yang biasa mereka dapat di tempat kerja sebelumnya.Tenaga kebersihan juga sudah disediakan walaupun masih bekerja setengah hari. Dan sampah warga juga diangkut dua hari sekali.


Hal yang saya rasakan sangat membantu kerja tim formatur adalah dukungan dan kekompakan warga kompleks. Meskipun besaran iuran bulanan masih tergolong mahal, hampir tidak ada penolakan dari warga terhadap imbauan untuk ikut berpartisipasi.


Alhamdulillah...


Dan akhirnya setelah beberapa bulan berjalan dengan segenap kelebihan dan kekurangannya, tim formatur tiba juga pada agenda terakhir dan yang palig utama. Yaitu pembentukan RT / RW. Inilah agenda yang ditunggu-tunggu --salah satunya-- oleh para petugas sekuriti. Karena keberadaan RT / RW sebagai pihak employer merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kembali fasilitas Askes dan Jamsostek. Ini juga merupakan agenda yang saya tunggu-tunggu karena saya ingin segera pensiun dini dari jabatan bendahara tim formatur. Amanah ini bagi saya ibarat bola panas yang tidak ingin saya pegang lama-lama. High risk, begitu kata orang Jawa.


Dengan jumlah total warga sebanyak 150 KK, sangat mepet sekali untuk bisa memenuhi keinginan warga untuk membentuk RW sendiri yang terpisah dari dari RW sekitarnya. Akan tetapi saya dibuat takjub oleh kemampuan olah data geospasial dari teman-teman tim formatur. Syarat minimal 3 RT dengan kerapatan penduduk 50 KK per-RT-nya sukses dibuat. Lengkap dengan pembagian wilayah kekuasaan masing-masing RT.


Aktivitaspun berlanjut dengan penunjukan PJ untuk membentuk kepengurusan masing-masing RT. Karena termasuk bagian dari tim formatur, maka sayapun mendapat jatah tugas di wilayah RT saya. Meskipun di RT saya ada 3 orang PJ, kami hampir tidak pernah berkoordinasi dan berkomunikasi dalam pelaksanaan tugas kami. Alhasil, pada detik-detik terakhir, proses penyusunan pengurus RT diputuskan untuk diserahkan pada mekanisme voting.


Dan dari sinilah “malapetaka” itu dimulai...


Pada awalnya, saya merasa senang mendapat tugas dari kantor untuk masuk kerja pada akhir pekan. Saya berharap ketidakhadiran saya bisa menjadi alasan untuk tidak ditunjuk menjadi pengurus RT. Namun saya lupa. Ada postulat lain yang tidak saya perhitungkan: orang yang tidak hadir tidak bisa bersuara dan tidak bisa menolak apapun hasil rapat warga. Dan berbekal hasil perolehan suara, akhirnya saya didaulat oleh warga menjadi ketua RT selama beberapa waktu ke depan. 


No excuse. Hehe..


Jika dilihat dari segi usia dan pengalaman, tentu saja saya minder dengan amanah yang baru ini. Ada banyak individu dari warga saya yang memiliki kapabilitas dan pengalaman yang jauh lebih banyak dari saya. Mengutip gurauan Permaisuri saya. Kecil-kecil jadi RT.


Namun ada satu hal yang saya syukuri bahwa saya akhirnya bisa mundur dari tugas saya yang sekarang. Dan tidak lagi memegang amanah uang warga.


Kembali ke kisah di awal tulisan. Warga yang bertemu dengan saya di jalan adalah ketua tim formatur de-facto. Beliau sudah menyetujui permintaan pensiun dini dari saya. Dan ternyata, Beliau juga terpilih menjadi Ketua RT. Beliau di RT 1, dan saya di RT 3.


Well. Selamat bertugas Pak RT.

2 comments:

haikal said...

Misi pak RT.. numpang lewat.. =)

Kendy A. Sumbogo said...

Silakan, Nak. Jangan ngebut ya, banyak anak kecil.