Tuesday, July 13, 2010

Catatan Harian 12 Juli 2010

Tidak seperti biasanya, malam ini tersisa sedikit waktu untuk ngobrol berdua dengan permaisuri saya. Sesuatu yang sangat istimewa mengingat betapa repotnya Bunda Farras mengurus dua buah hati kami dan betapa aktivitas ini sangat menguras fisik dan emosinya. Di antara banyak hal yang kami bicarakan malam itu, ada satu hal yang ingin saya tuliskan kali ini. Yaitu mengenai perkembangan sulung kami, Farras.

Menjadi orang tua adalah menjadi seorang pengamat, pembelajar, analis dan praktisi sekaligus. Dengan mengambil pengalaman dan pengetahuan dari banyak sumber, kami mencoba untuk mengamati, mempelajari, menganalisis segala tingkah laku anak-anak kemudian mencoba menerapkan metode pengasuhan yang kami anggap terbaik.


Dari perspektif saya, menarik sekali mengetahui betapa anak seusia Farras (2 tahun 4 bulan) sudah begitu nyambung ketika diajak ngobrol dan berkomunikasi. Dia sudah bisa memahami hampir semua bentuk pertanyaan. “How”, “what”, “who”, “why”, dan “where”. Hanya bentuk “when” yang belum bisa dipahami, minimal dijawab oleh Farras. Mungkin masih terlalu sulit bagi anak seusianya untuk membayangkan sesuatu yang abstrak, seabstrak proyeksi waktu.


Menghadapi fenomena semacam ini, Bunda Farras memiliki sebuah hipotesis bahwa sistem logika Farras sudah terbentuk sedemikian rupa sehingga dia bisa meramu berbagai informasi yang dia dapat dan ingat. Memproses sebentuk kalimat tanya dan kemudian meresponnya dalam sebentuk jawaban. Meskipun jawabannya sesederhana kata “iya” atau “enggak”. 


Namun saya memiliki perspektif yang berbeda dengan bundanya. Saya beranggapan bahwa Farras telah memiliki cukup banyak koleksi tanya jawab hasil dari proses interaksi kami selama ini. Dari gudang memorinya, Farras mencocokkan kalimat tanya yang diterimanya dan kemudian menyuguhkan jawaban dari berbagai alternatif pilihan yang dia miliki.


Benar tidaknya hipotesis tersebut kami juga tidak tahu. Namun berangkat dari hal tersebut, saya berpendapat bahwa intensitas komunikasi antara orang tua dan anak akan berpengaruh terhadap perbendaharaan kata dan makna yang dimiliki oleh si anak. Semakin intens oran tua berkomunikasi dengan anak, maka semakin kaya pula perbendaharaan kata dan makna yang dimiliki oleh sang buah hati. Pun demikian pula sebaliknya. 


Maka, inilah –menurut saya- saat yang tepat untuk mengisi akal anak dengan nilai-nilai dan norma-norma yang kami percayai. Baik-buruk, benar-salah, hitam-putih. Lewat mekanisme inilah kami membentuk kepribadian anak. Menanamkan nilai-nilai sederhana mengenai Tuhan, surga dan neraka. Memberikan pemahaman bahwa bermain di luar rumah harus dalam keadaan berjilbab. Menjadi anak yang shalihah adalah hal yang luar biasa. Dan lain sebagainya.


Lewat Farras inilah salah satu cara kami menggambar lukisan masa depan. Baik buruknya masa tua kami, dan baik buruknya akhirat kami –salah satunya- akan tergantung sebaik apakah saya merawat investasi berupa anak ini. Bukan tugas yang ringan mengingat betapa banyak orang-orang yang jauh lebih baik dari kami gagal mendapatkan lukisan masa depan yang mereka inginkan. Namun apapun itu, tugas kami hanyalah berusaha. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memudahkan jalan kami dan semua orang tua yang menginginkan lukisan masa depan yang terbaik, sesuai dengan apa yang dicita-citakan.

No comments: