Friday, August 13, 2010

Catatan Harian 10 Agustus 2010 (tentang Redenominasi, Bagian 2)

Redenominasi mata uang rupiah menjadi topik obrolan yang hangat akhir-akhir ini. Mulai dari obrolan santai hingga serius, mulai dari guyonan ringan pengendur urat syaraf hingga diskusi berat yang mengerutkan kening.


Sebagai bentuk pengurangan nominal angka mata uang, istilah redenominasi seringkali disandingkan dengan kata lain: sanering. Namun, ada perbedaan menyolok di antara keduanya. Jika redenominasi hanyalah berwujud pada penulisan nominal mata uang yang lebih singkat atau sederhana, maka sanering diikuti pula oleh pemangkasan nilai uang. Artinya, ada prospek penurunan daya beli masyarakat. Atau dengan kata lain, pemiskinan massal.

Menurut Gubernur BI, Darmin Nasution; sanering itu dilakukan jika daya beli mata uang merosot dengan cepat sehingga perlu dipotong atau sanering. [1] Situasi yang digambarkan oleh Gubernur BI tersebut pernah terjadi di Indonesia pada masa peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru dimana uang Rp. 1.000,- dipangkas menjadi Rp. 1,-. [2] Sedangkan di lain pihak, redenominasi mata uang -idealnya- hanya bisa dilakukan jika keadaan ekonomi stabil dan inflasi berada dalam kisaran yang rendah. [3]


Baiklah. Setidaknya, saya sudah bisa -sedikit- paham mengenai redenominasi dan sanering. Melanjutkan tulisan yang sebelumnya adalah ikhtisar yang kedua.


Sebagai akibat (atau lebih tepatnya manfaat) dari redenominasi mata uang adalah penulisan nominal mata uang yang lebih ringkas. Apalagi kalau bukan efisiensi namanya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Tarko Sunaryo, Sekretaris Umum Insitut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). [4] Tentu saja saya bisa membayangkan jutaan lembar kertas bisa dihemat, ribuan batang pohon bisa tetap tegak di habitatnya dan ada lebih banyak karbon yang bisa dihisap oleh pucuk dedaunan. Wah, terbayang kota Depok yang masih tetap sejuk seperti ketika pertama kali ternodai oleh jejak kaki saya. 


Namun ketika Pak Tarko menyebutkan akan ada efisiensi bagi kebutuhan IT mengingat setiap angka nol membutuhkan ruang penyimpanan di harddisk komputer. Saya merasa sedikit janggal. Masuk akal sih. Namun dengan harga disk yang sudah mencapai US$ 0.821 per gigabyte [5] maka saya sangat tertarik untuk mengelaborasi sejauh mana efisiensi anggaran yang bisa dicapai oleh rekan-rekan di departemen IT. 


Ya sudahlah... Yang pasti maksud dari usaha redenominasi ini adalah hal yang mulia. Namun untuk mencapai tujuan yang mulia itu ternyata ada langkah-langkah yang harus dijalankan dengan ketat. Yang jika tidak dipatuhi akan berujung pada bencana finansial.


Apakah itu?


Referensi


[1] http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/10/08/04/128280-menkeu-wacana-redenominasi-masih-kajian-bi. Diakses pada tanggal 13-Agustus-2010 pukul 14:23.
[2] http://geraidinar.com/index.php?option=com_content&view=article&id=315:sanering-uang-kertas-lho-kok-masih-ada&catid=1:latest-news&Itemid=50. Diakses pada tanggal 13-Agustus-2010.
[3] http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/10/08/04/128320-redenominasi-dilakukan-saat-ekonomi-stabil-dan-sehat. Diakses pada tanggal 13-Agustus-2010 pukul 14:30.
[4] http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/10/08/09/129110-akuntan-redenominasi-wellcome-sekali. Diakses pada tanggal 13-Agustus-2010 pukul 14:57.
[5] http://ns1758.ca/winch/winchest.html. Diakses pada tanggal 13-Agustus-2010 pukul 15:02.

No comments: