Tuesday, October 12, 2010

Catatan Harian 10 Oktober 2010

Udara dingin langsung menerpa saya begitu saya membuka pintu rumah pagi ini. Sebenarnya, tidak ada yang berbeda dengan hawa pagi hari ini. Namun, dua hari ini, angin berhembus lebih kencang dari biasanya. Salah seorang jamaah shalat Subuh di masjid kami memprediksi hal ini disebabkan karena perubahan musim. Mungkin ada benarnya juga, soalnya sudah beberapa hari ini tidak turun hujan.


Namun yang lebih mengkhawatirkan saya adalah perasaan yang tidak enak di sekujur kerongkongan, hidung dan mata saya. Rupanya sistem imunitas saya sedang melakukan penggelaran pasukan sel darah putih menghadang virus flu yang datang menginvasi. Gaswat, pikir saya...

Tadi malam, permaisuri saya bercerita mengenai hal-hal yang terjadi di rumah seharian. Salah satunya adalah peristiwa jatuhnya Dede’ Naura di teras depan rumah. Perlu diketahui bahwa teras rumah kami berada beberapa centimeter di atas carport, dan Dede’ Naura ini (1 tahun 1 bulan) sudah bisa merangkak turun dari teras rumah ke bawah menuju carport. Sedangkan merangkak turunnya adalah maju ke depan, bukan mundur ke belakang. Dan ketika dia jatuh, maka wajahnyalah yang berada di bawah dan kakinya bertengger di teras rumah di atas tubuhnya. Nyungsep. Alhasil, bibirnya lecet karena tergores lantai carport kami yang permukaaanya masih kasar.


Melihat lukanya yang berdarah, permaisuri saya segera melakukan pertolongan pertama (dan terakhir) dengan menempelkan es batu ke atas luka Dede’ Naura. Yang membuat saya geli dan sekaligus takjub adalah perkataan Mbak Farras kepada adiknya.


“Yang sabar ya De’”


Begitu celotehnya berulang-ulang. Dan menurut Bundanya, perkataan ini adalah copy+paste dari perkataan Bundanya tiap kali mengobati luka lecet Mbak Farras.


Lain waktu, Mbak Farras bermain bersama adiknya. Dan ketika menyuapkan sebatang jajanan stick, Mbak Farras mengulumnya terlebih dahulu kemudian menyuapkannya kepada Dede’ Naura. Itupun --ternyata-- adalah copy+paste juga dari perbuatan Bundanya. 


Permaisuri saya memang agak ketat dalam masalah perisa makanan, vetsin, MSG, dan teman-temannya. Makanya ketika menyuapkan jajanan stick kepada Dede’ Naura, Bunda Farras mengulumnya terlebih dahulu untuk mengurangi kadar zat artifisial dalam makanan tersebut.


Dari awal, kami berdua memang sadar bahwa balita adalah peniru yang hebat. Hampir tidak ada gerak-gerik kami yang luput dari pengamatan balita kami. Oleh karenanya, kami berdua sangat berhati-hati dalam bersikap, bertindak maupun berbicara. Ada kalanya saya mengingatkan permaisuri saya jika dia lengah, begitu pula sebaliknya. Bahkan Mbak Farras-pun juga bertindak sebagai polisi di rumah kami. Ketika saya dengan tidak sadar sedang memamah biak sambil tiduran di atas kasur, spontan dia berkata.. 


“Ayah, gak boleh maem kalih bobo’an”. [1]


Catatan Kaki


[1] Ayah, gak boleh makan sambil tiduran.

No comments: